Hubungan
Interpersonal
1.
Model pertukaran sosial dan analisis
transaksional
Teori pertukaran sosial, adalah salah satu teori
sosial yang mempelajari bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain ,
kemudian seseorang itu menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan
keuntungan yang didapatkan dari hubungan itu. Setelah seseorang menentukan
keseimbangannya , ia akan menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki
hubungan / tidak sama sekali. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain tanpa
terasa ada hubungan resiprok didalamnya.
Analisi transaksional, adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada
hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi
terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek
perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi
dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan
pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi
mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan
baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
2. Pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam memulai
hubungan
Teori ini mengacu pada
pernyataan sederhana bahwa relasi berlangsung mengikuti model ekonomi ‘costs
and benefits’ seperti kondisi pasar, yang telah diperluas oleh para
psikolog dan sosiolog menjadi teori pertukaran sosial (social exchange
theory) yang lebih kompleks.
Teori pertukaran sosial menyatakan bahwa perasaan
orang tentang suatu hubungan tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif
(rewards) dan ongkos (costs) hubungan, jenis hubungan yang mereka
jalani, dan kesempatan mereka untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan
orang lain.
·
Equity
Theory
Beberapa peneliti mengritik teori pertukaran
sosial yang mengabaikan pentingnya keadilan atau keseimbangan dalam hubungan.
Para pendukung teori ini berpendapat bahwa orang tidak sekedar berusaha
mendapatkan rewards sebanyak-banyaknya dan mengurangi costs,
melainkan juga peduli mengenai keseimbangan dalam hubungan, yaitu bahwa rewards
dan costs yang mereka alami dan kontribusi yang mereka berikan dalam
hubungan tersebut kira-kira seimbang dengan pihak lain. Teori ini menggambarkan
bahwa hubungan yang seimbang adalah yang membahagiakan dan relatif stabil.
3. Model peran, konflik dan
adequacy peran, serta autensitas dalam hubungan peran
·
Model
Peran
terdapat
empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan
perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model
mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
-
Secara implicit bermain peran mendukung sustau
situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran
pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok
peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan
nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta
didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang
lain.
-
Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta
didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin
pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional
merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih
menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan
antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain
peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan
pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat
itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional
lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran
peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
-
Model bermain peran berasumsi bahwa proses
psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system
keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara
spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya
yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu
dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit
untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
·
Konflik
Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul
di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern)
yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement),
adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan
lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi
antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang
satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan
masing-masing.
Substantive conflicts merupakan
perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam
suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian
jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah,
tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan
antar pribadi (personality clashes).
Dalam sebuah organisasi,
pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan
pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi,
penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang
menjadi kambing hitam.
·
Adequancy peran & Autentisitas dalam
hubungan peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang
sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran tersebut.
4. Intimasi dan Hubungan pribadi
Kebutuhan intimacy merupakan suatu kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dan merupakan kebutuhan terdalam pada diri setiap manusia untuk mengetahui seseorang
secara lebih dekat, seperti merasa dihargai, diperhatikan, saling bertukar pendapat,
keinginan untuk selalu berbagi dan menerima serta perasaan saling memiliki sehingga
terjalin keterikatan yang semakin kuat dan erat.
Faktor penyebab intimacy :
·
Keluasan : seberapa banyak aktifitas yg dilakukan bersama
·
Keterbukaan : adanya saling keterbukaan diri
·
Kedalaman : saling berbagi
Proses terbentukan intimacy :
Penerimaan diri
Saling berinteraksi
Memberi respon
atau tanggapan
Perhatian
Rasa percaya
Kasih sayang
Mempunyai minat yang sama
Berhubungan seksual
5. Intimasi dan Pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran,
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak
akan bertumbuh jika tidak ada cinta Keintiman berarti proses menyatakan siapa
kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan
adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap
berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat
ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan
dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa
terbuka terhadap pasangan kita.
Hal ini
dapat disebabkan karena :
1. kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh
2. kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki
pernikahan
3. kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya
untuk memegang rahasia
4. kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup
5. kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah
keutamaan cinta dibutuhkan
Cinta dan Perkawinan
1. Memilih Pasangan
Memilih pasangan atau
jodoh bukan hal yang sulit jika tahu rumusnya dan akan menjadi sulit jika tidak
mengetahui rumusnya. Melakukan istikharoh bagi yang muslim perlu dilakukan agar
dipilihkan yang terbaik oleh Allah. Tapi apakah kita tidak bisa menetapkan
pasangan kita sendiri ? mungkin bisa tetapi tidak bisa akurat seperti yang
sudah terlebih dahulu pengalaman.
Pertama Allah adalah
penguasa dan pemilik serta penentu jodoh kita. Hanya dia yang bisa menjadi
pemilih yang sempurna dan paling tahu tentang calon pasangan kita. Maka kedua
adalah orang-orang yang dekat dengan Allah yang bisa menentukan pasangan yang
baik untuk dipilih. ketiga dimiliki oleh orang tua kita karena faktore kasih
sayang dan kesungguhannya kepada kita sehingga sangat serius untuk memilihkan
kita. Bagaimana dengan diri sendiri ? kadang tidak bisa diandalkan karena
kurangnya pengalaman, atau memilih karena nafsu,emosi dan kepentingan lain
bukan kepentingan abadi.
2. Selak beluk Hubungan
dalam Perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai
kebahagiaan perkawinan adalah perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari
kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan dalam alam bawah sadar individu.
Adanya batas toleransi pada akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul
kepermukaan, sehingga keinginan untuk bercerai begitu mudah.
3. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang
diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi
karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada
hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini,
tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
4. Penceraian dan Pernikahan Kembali
Menikah Kembali
setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil.
Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam
perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah
yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin
pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat
mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang
akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah
lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai
manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati
untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda
mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan
dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang
biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya
tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai
menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita
lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu
menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu
mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman
menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
5. Single Life
Ada banyak alasan
untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan
pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok,
biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang
paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena
terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga
sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak
mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai.
Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan
perceraian.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang
bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan
terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok
untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Daftar Pustaka :
-
Sujanto,
Agus.1991. Psikologi Umum. Jakarta :
Bumi Aksara.
-
Riyanti, Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri
diktat kuliah psikologi umum 2
-
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya Perkawinan
Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
0 komentar:
Posting Komentar