RSS

Pages

Selasa, 30 April 2013

Penyesuaian Diri dan Stress



A.  Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.

2. Konsep Penyesuaian Diri

Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.

3. Pertumbuhan Personal

1. Penekanan Pertumbuhan, Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaanjasmaniah)
yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
2. Variasi Dalam Pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
3. Kondisi – Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
4. Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):

B.  Stress

1. “Apa itu Stress ?”, Efek – Efek dari Stress “General Adaptation Syndrom” Menurut Hans Selye
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.

2. Faktor – Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.
Faktor individual penyebab stress:
Stress muncul dalam diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor sosial penyebab stress:
Stress juga dapat bersumber dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti masalah keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress. Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya (occupational stress” yang telah diteliti secara luas.

3. Tipe – Tipe Stress

a. Tekanan
  Tekanan timbul dalam kehidupan sehari-hari dan dapat berasal dalam diri individu.Tekanan juga dapat berasal dari luar diri individu.
b. Frustasi
Muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu tujuan.Frustasi adaa yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan,bencana alam,kematian,pengangguran,perselingkuhan,dll).
c. Konflik
Ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan,kebutuhan atau tujuan.Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian yaitu approach-approach conflict,approach-avoidant conflict,avoidant-avoidant conflict.
d. Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi individu merasakan kekhawatiran,kegelisahan,ketegangan,dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.
4. Sympton – Reducing Responses Terhadap Strees, Mekanisme Pertahanan Diri dan Strategi Coping untuk Mengatasi Stress “Minor”
a. Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah
1. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
2. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
b. Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar
1. Strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.
2. Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.
c. Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut Bandura self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif.
d. Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar,keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.

5. Pendekatan Problem Solving Terhadap Stress, bagaimana meningkatkan toleransi stress.
Salah satu cara dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback.
Melakukan sugesti untuk diri sendiri, juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan).
Proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan masalah berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang cermat dan akurat. Atau ketika kita mendapatkan masalah dan membuat kita stress, lebih baik kita berdoa dan memohon petunjuk dari yang Maha Kuasa.


Daftar Pustaka
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi abnormal. Jakarta: Salemba Humanika
Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mulyani, S. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka


0 komentar:

Posting Komentar